Semua Bukan Hanya Tentang Aku – Bagian 1

Dengan segala pengetahuan yang aku miliki. Aku nikmati. Aku pertontonkan kepada orang lain. Seakan tahu segalanya. Lebih dari yang lain. Begitu mudah bagiku memahami suatu ilmu. Hingga tak sadar merendahkan orang lain yang tidak setahu diriku. Bahkan sebutan 'Alim sangat pantas diberikan kepadaku. More...

Dengan segala pengetahuan yang aku miliki. Aku nikmati. Aku pertontonkan kepada orang lain. Seakan tahu segalanya. Lebih dari yang lain. Begitu mudah bagiku memahami suatu ilmu. Hingga tak sadar merendahkan orang lain yang tidak setahu diriku. Bahkan sebutan ‘Alim sangat pantas diberikan kepadaku.

Dengan gagah menjawab segala kesulitan. Memberikan penjelasan ditiap persoalan. Seakan aku benar tahu segalanya. Apapun. Tak rela diriku tak tahu sedikitpun tentang apa yang dipertanyakan orang lain. Dan aku merasa tak pantas duduk sejajar dengan orang yang tidak tahu, belum tahu, atau bodoh menurut pandanganku.

Dengan segala harta yang aku miliki. Aku nikmati. Yang orang lain punya pasti aku punya. Bila belum maka aku harus punya. Bahkan lebih baik. Lebih indah. Lebih mewah. Hingga semua yang aku inginkan selalu tersedia. Pakaian yang menjulur ke tanah, terseret-seret, sampai pakaian yang begitu kecil, hanya menutup sebagian badan dan meninggalkan sebagian yang lain. Perhiasaan yang mengkilap. Bergemerincing menutup tangan, leher, kaki, dan bergelantung di telinga.

Aku mencolek orang lain yang dahulu seperjuanganku. Melihat dia yang tidak berubah sama sekali. Tetap pada taraf hidup sederhana. Bahkan sesekali merana. Dalam hati berkata, “Buat apa pandai kalau hidup apa adanya.” atau “Salah sendiri tidak mau belajar cuma bisa jadi orang rendahan.”

Namun, Semua Tentang Orang Lain

Boleh jadi dari ilmu yang telah diberikan. Pemahaman yang telah direzekikan. Pengetahuan yang telah dibukakan. Bukan untuk disimpan. Bukan untuk dipamerkan. Bukan untuk mendapat pengakuan. Atau pujaan. Semua untuk disampaikan kepada orang yang tidak tahu, belum tahu, dan mau tau namun tak ada kesempatan baik fisik atau materi – bukan bodoh.

Atau kemewahan yang telah dimiliki. Bukan semata untuk dijadikan pusat perhatian. Meninggikan ego dan melupakan orang yang turut serta dalam menggapai kesuksesan. Semua untuk diambil seperlunya. Lalu diberikan yang terbaik untuk orang lain di sekitarnya. Sejauh pandangan matanya. Boleh jadi ada harta orang lain yang dititipkan melalui kekayaanku. Sangat tak pantas bila ada tetangga yang merana sementara aku selalu bermuka masam dan berpaling ketika melewati rumahnya. Berpura-pura tidak tahu atau memang tidak mau tahu.

Apalah daya. Aku manusia biasa. Yang dibutakan oleh gemerlap dunia. Mereka begitu indah dan menawan. Tak bisa dibiarkan. Harus aku kejar. Hingga lupa dimana sebenarnya semua akan dikembalikan. Dimana sebenarnya hidup yang kekal. Yang tidak ada mati-matinya lagi. Terlena bahwa akan datang suatu hari, dimana tiap kekayaan yang dimiliki akan ditanya darimana didapatkan dan dipergunakan untuk apa. Aku malu pada diri sendiri.

TintaMu
Author: TintaMu

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page

Beranda
Akun
Cari
Ajukan
Karya
Utsman
HW '24