Menu

Jangan Menyerah! Titik!

Ada bagian-bagian dari bumi ini yang begitu indah. Ombak lautan di bibir pantai, kicauan burung di hutan, mentari yang menyapa hari di puncak gunung, sejuknya hembusan angin pagi hari, sabana yang luasnya sejauh mata memandang, padang pasir, danau yang dapat berubah warna, kehidupan di dalam air yang belum pernah dilihat, juga berbagai bagian bumi lain yang belum terjamah.

Ada bagian-bagian dari bumi ini yang begitu indah. Ombak lautan di bibir pantai, kicauan burung di hutan, mentari yang menyapa hari di puncak gunung, sejuknya hembusan angin pagi hari, sabana yang luasnya sejauh mata memandang, padang pasir, danau yang dapat berubah warna, kehidupan di dalam air yang belum pernah dilihat, juga berbagai bagian bumi lain yang belum terjamah.

Kau pernah merasakan keindahannya. Bahkan ada yang tidak disebutkan di atas. Kau merasakannya. Coba ingat-ingat kembali. Betapa indahnya waktu itu. Bisa jadi kau hanya menikmati sebagian kecil dari keelokan alam itu. Kau belum menikmati sisi yang lainnya. Misalkan, menikmati renungan betapa keren tertatanya batuan gunung yang rapi. Betapa menakjubkan rerumputan yang tak terhitung jumlahnya tertanam rapi. Apalah daya diri ini yang bukan apa-apa. Namun, malah kebanyakan gaya. Malah lupa dengan siapa yang memberi hidup ini. Bahkan lupa dengan siapa yang membuatmu semangat menuju kesuksesan. Dan kau diberikan pelajaran untuk gagal. Kau memaki-maki diri sendiri dan orang-orang di sekitarmu.

Mungkin kau benar, kau kalah. Mungkin dia benar mengatakan bahwa kau tak berhasil. Tidak perlu capek-capek menggubrisnya. Biarkan apa kata dia, dia, dan dia. Dia tidak melihatmu dalam perjalanan. Dia melihatmu hanya di tempat tujuan. Dia melihatmu hanya di pemberhentian. Dia melihatmu hanya di peristirahatan. Benar, dia tidak melihatmu dalam perjalanan.

Maka, apa untungnya bagimu mendengarkan apa kata dia. Kau sudah meloncati kubangan mungkin pernah terperosok disana. Kau sudah menyeberangi sungai mungkin pernah terseret arus disana. Kau sudah mendaki batuan terjal mungkin pernah terpeleset disana. Kau sudah berjalan dan berlari berkilo-kilo meter mungkin pernah ingin menghentikan perjalanan disana. Kau sudah melewati semak belukar mungkin pernah terluka disana. Kau sudah merangkak, menggelinding, jatuh, bangun, berjalan, berlari, terpeleset, tersandung, terbentur, terluka, tersayat, terjerembab, terperosok, sendirian. Benar. Sendirian.

Ada di antara dia dan dia yang memberikan dukungan selama perjalanan. Memberimu makanan ringan, air barang seteguk, pakaian, dan kebutuhan lain. Maka bersyukurlah. Bersyukurlah. Dan bersyukurlah. Barangkali setelah itu kau sampai ke tempat tujuanmu. Kau mendapatkan apa yang diimpikan. Hartamu berputar sana-sini. Semakin banyak, semakin menumpuk. Sampai-sampai kau hanya perlu membawa satu atau dua kartu. Malah bisa jadi kau hanya perlu membawa gawaimu.

Pada akhirnya dia, dia, dan dia mengatakan, “Heleh, kamu mah seneng aja dah sukses.” “Ah, kamu mah jungkir balik aja dapat cuan.” “Kamu enak sudah punya duwit banyak.” “Kamu mah santuy, kalau butuh tinggal klik.” “Mudah banget ya ngomongnya, aku nih lagi apes.” “Sombong banget si, gayanya bagi-bagi.” Tuh, dia hanya lihat kamu di tempat tujuan. Iya, bener! Dia tidak melihatmu di perjalanan. Dia berwajah sinis ketika berpapasan. Dia memalingkan pandangan ketika bertemu. Dia cuma bisa membicarakanmu ketika gagal. Mencemooh, menggunjing, meremehkan. Sekali lagi dia tidak melihatmu di perjalanan.

Lalu, untuk apa kamu mendengarkan apa kata dia. Yang seandainya kamu masukkan ke hati, malah menjadikanmu berhenti di tengah jalan. Menjadikan semangatmu luntur tak bersisa. Membuatmu malas dan asik rebahan. Menghipnotismu menjadi seperti dia.

Untuk apa kamu merasa gagal dan mendengarkan apa kata dia?

To be continued…

TintaMu
Follow Us
Latest posts by TintaMu (see all)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page

Beranda
Akun
Ebook
Cari
Ajukan
Karya
Utsman
Instal